Pribahasa Nias mengatakan " Bawa ba gabera luo ba gambolo halὁ ayau natola ὁhalo, saukhu moroi ba galitὁ" maknanya dikatakan kepada seseorang agar dia pandai memilih nasihat-nasihat yang baik
ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA
Beberapa hari yang lalu saya
membaca salah satu tulisan seorang teman di Facebook. Isi tulisan itu adalah
komentarnya tentang beberapa kalimat iklan yang tampak ‘wah’. Beberapa mau saya
sebutkan sekarang:
1. “Orang pintar minum ...”
Jadi, kalau kita gak minum produk
itu, kita belum termasuk orang pintar. Padahal apa kaitannya antara tumbuh
kembang otak dengan produk yang tujuan sebenarnya itu adalah untuk mencegah
(bukan menyembuhkan lho), masuk angin? Gak ada kaitannya sama sekali!
2. “Kulit tetap sehat, cerah dan
kencang”
Jadi, kalau kita gak pake produk
itu, semua kita pasti punya kulit yang ‘tidak selalu cerah, kusam dan tak
kencang’. Padahal, masalah umur semua orang kan tidak bisa bohong ya. Menua itu
adalah keharusan memang.
3. “Wajahmu mengalihkan
duniaku”
Coba aja dipake itu produknya ...
bener gak kejadian? Kita pake, kemudian wajah kita menjadi mengalihkan dunia
(perhatian) orang lain di sekitar kita waktu itu ... Beneran?
Mungkin kita semua bisa bilang,
“Ya pak .. namanya juga iklan!” ... Iya bener, itu iklan doang ... iklan yang
pake kalimat ‘wah’, walau itu belum tentu benar .. dan setiap kita bisa saja
jadi percaya dengan ungkapan ‘wah’ dari iklan-iklan itu ... akhirnya beli-beli
juga kan ...
Dalam teks Alkitab kita hari ini,
ada satu kalimat yang tampak wah juga dari Tuhan untuk umat Israel dan nabi
Habakuk di masa itu (dan pastinya kalimat yang tampak wah itu pun masih tampak
mempesonakan semua orang percaya dari masa ke masa) ...
Yang mana? Habakuk 2:4c
“Orang benar akan hidup oleh
percayanya”.
Tampak wah? Sepertinya ...
Tampaknya menenangkan, mendamaikan ... tetapi kalau kita mau melihat alur
kisahnya ... ternyata gak mudah sama sekali lho meng-amin-kan pernyataan ‘wah’
dari Tuhan itu.
Mari kita mulai melihat dari Habakuk
1 perikop yang pertama (1:1-4)
Habakuk mengeluhkan tentang
ketidaksetiaan. Saya kira perikop paling awal dari Habakuk 1 ini adalah keluhan
Habakuk karena Allah yang tampak tak peduli karena Israel dipenuhi oleh
orang-orang yang tidak setia, orang fasik (bnd. ayat 2)
Perikop yang selanjutnya dari
Habakuk 1 (1:5-11)
Allah mulai angkat bicara. Dia
mulai marah dan menghukum Israel. Bacalah 1:6-11 ... Israel yang jahat dan
tidak setia itu dihukum oleh Tuhan dengan cara mengirim suatu bangsa yang
garang dan jahat pula.
Perikop yang selanjutnya lagi
dari Habakuk (1:12-17)
Habakuk mempertanyakan ‘dimana
letak keadilan Tuhan?’ Ketika orang benar yang hidup di Israel sudah hidup
sengsara – menderita karena ditindas oleh orang Israel yang fasik, ... dan
sekarang? Orang yang benar di Israel pun kini harus menghadapi kenyataan:
“Tuhan menghukum Israel dengan mengirim satu bangsa yang garang – jahat juga”.
Itu artinya penghukuman Allah juga akan ber-efek dalam kehidupan orang benar
yang terkena dampak (pastinya) dari cara Allah menghukum orang Israel yang
fasik.
Barulah dalam perikop selanjutnya
(2:1-5), setelah kita tahu bahwa itulah rencana penghukuman Allah kepada Israel
(artinya hukuman itu belum terjadi hari itu, lihat 2:3) ... Barulah Tuhan
mengatakan kepada Habakuk – pasti dengan maksud untuk menentramkan hati Habakuk
– dengan kalimat dalam 2:4c, “orang benar akan hidup oleh percayanya”.
Saya mau tanya ... Jika bapak dan
ibu adalah Habakuk dan orang Israel di masa itu (katakanlah bapak dan ibu, kita
semua ada di posisi ‘orang benar’nya) ... apakah bapak dan ibu sudah bisa jadi
damai dan tenteram dengan perkataan Tuhan yang tampak ‘wah’ itu?
Jadi kira-kira begini:
Orang benar sudah tertindas oleh
orang fasik. Itu menyesakkan pastinya. Kemudian Tuhan membeberkan rencana-Nya
kepada Habakuk bahwa nanti Israel akan mendapatkan hukumannya. Dan ketika Tuhan
menjalankan hukuman itu, dengan mengirim bangsa yang lebih garang lagi untuk
menaklukkan Israel, itu berarti berasa juga dalam hidup orang benar di Israel.
Sudah menderita, nanti malah makin menderita lagi.
Sudah dapat rasa tenteram dan
damainya? Mungkin belum ...
Karena apa yang dikatakan Tuhan
tentang rencana-Nya ke depan bagi Israel waktu itu, bukanlah menyulap keadaan
jadi serba baik. Dia tidak sedang merencanakan mengubah ‘hutan’ menjadi ‘Taman
Impian Jaya Ancol’. Bukan. Justru yang akan Allah lakukan adalah ... menghukum
Israel melalui penderitaan. Bukan dilepaskan dari penderitaan, tetapi malah
terkesan jadi bertambah itu penderitaannya. Dan yang lebih menyesakkan lagi
adalah ... mereka (orang benar) yang sudah menderita akan menjadi semakin
menderita karena tindakan Allah kepada orang fasik yang ... seperti yang sudah
dinyatakan tadi ... yang berefek pula pastinya dalam hidup orang Israel yang
dikatakan ‘orang benar’ itu. Bukan mereka yang mau dihukum, tetapi mereka kena
dampaknya aja ...
Jadi apa yang bisa menentramkan
hati, jika situasinya menjadi sedemikian buruknya?
Jika realitas penderiitaan dalam
perikop yang kita sudah ulas tadi, pasti akan jauh lebih mudah meng-amin-an
kalimat ‘wah’, “orang benar akan hidup oleh percayanya”. Tetapi kan kenyataan
dalam perikop kita tidak seperti itu: Bukan menjadi hilang penderitaannya,
malah terkesan ‘mau ditambahin’ ...
Saya mau mengajak kita untuk
merenungkan beberapa hal ...
(1) Mari kita yakini bahwa Allah
akan selalu bertindak adil ditengah rasa ketidakadilan dalam hidup ini.
Coba saja lihat perikop
selanjutnya (2:6-20) ... Kepada siapa Tuhan marahnya?
Ayat 6: “celakalah orang yang
menggaruk ...”
Ayat 9: “celakalah orang yang
mengambil laba yang tidak halal ...”
Ayat 12: “celakalah orang yang
mendirikan kota di atas darah ...”
Siapa yang dimarahi oleh Tuhan?
Bukan orang benar.
Itu artinya dengan cara-Nya yang
mungkin kita gak akan bisa mengerti kali ya, Tuhan akan menjagai hati dan
pikiran orang percaya ketika mereka berada di posisi yang ‘sudah sulit dan
menjadi semakin sulit’ ... sebab bukan kepada merekalah Tuhan marah.
Kenapa itu bisa terjadi?
(2) Karena yang namanya
kebenaran, walau digoyang dengan cara apapun, dia akan tetap mampu bertahan dan
berlanjut.
Saya suka cerita tentang petani
kentang yang setelah panen, seluruh kentangnya itu diangkut ke bak mobilnya
untuk di bawa ke pasar. Seseorang bertanya: “Pak petani, gak repot nanti
memisahkan mana kentang yang besar dan mana kentang yang kecil?” Kemudian
petani itu menjawab: “Oh, tentu saya tidak akan repot memisahkan lagi, sebab
nanti selama perjalanan menuju pasar, akan ada begitu banyak goncangan karena
jalan yang tidak rata yang akan dilalui oleh mobil angkut ini. Kentang yang
besar akan selalu tampil ke permukaan, sedangkan kentang yang kecil akan
menjadi turun ke bawah dengan sendirinya. Gak repot kok.”
Itulah kebenaran dari kalimat
“orang benar akan hidup oleh percayanya.” Dia tidak akan mudah goyah karena
guncangan, justru guncangan itulah yang membuat akhirnya mereka mampu tetap
bertahan dan selalu mampu muncul kembali ke permukaan (tidak tenggelam).
Apa yang kita percaya jika kita
hari ini merasa sudah melakukan yang benar, tetapi keadaan belum berubah sama
sekali? “Aku akan semakin terpuruk!” atau “Tuhan akan membangkitkan kembali
kehidupan kami”. Bapak dan ibu mau pilih yang mana? Hati-hati, sebab dua-duanya
bisa menjadi kebenaran dalam hidup kita jika kita mempercayai hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar